Jumat, 28 Oktober 2011

agama jepang SHINTO


S
 



AGAMA SHINTO
PENDAHULUAN
Agama Jepang biasanya disebut dengan agama Shinto. Sebagai agama asli bangsa Jepang, agama tersebut memiliki sifat yang cukup unik. Proses terbentuknya, bentuk-bentuk upacara keagamaannya maupun ajaran-ajarannya memperlihatkan perkembangan yang sangat ruwet. Banyak istilah-istilah dalam agama Shinto yang sukar dialih bahasakan dengan tepat ke dalam bahasa lainnya. Pertumbuhan dan perkembagan agama serta kebudayaan Jepang memang memperlihatkan kecenderungan yang asimilatif. Sejarah Jepang memperlihatkan bahwa negeri itu telah menerima berbagai macam pengaruh, baik kultural maupun spiritual dari luar.
Semua pengaruh itu tidak menghilangkan tradisi asli, dengan pengaruh-pengaruh dari luar tersebut justru memperkaya kehidupan spiritual bangsa Jepang. Antara tradisi-tradisi asli dengan pengaruh-pengaruh dari luar senantiasa dipadukan menjadi suatu bentuk tradisi baru yang jenisnya hampir sama. Dan dalam proses perpaduan itu yang terjadi bukanlah pertentangan atau kekacauan nilai, melainkan suatu kelangsungan dan kelanjutan.
Dalam bidang spiritual, pertemuan antara tradisi asli Jepang dengan pengaruh-pengaruh dari luar itu telah membawa kelahiran suatu agama baru yaitu agama Shinto, agama asli Jepang. Kata-kata Shinto sendiri sebenarnya berasal dari bahasa China yang berarti “jalan para dewa”, “pemujaan para dewa”, “pengajaran para dewa”, atau “agama para dewa”. Dan nama Shinto itu sendiri baru dipergunakan untuk pertama kalinya untuk menyebut agama asli bangsa Jepang itu ketika agama Buddha dan agama konfusius (Tiongkok) sudah memasuki Jepang pada abad keenam masehi.[1]
LATARBELAKANG SEJARAH
Wilayah Jepang terdiri atas empat pulau besar, yaitu Hondo (Honsyu) dan hokaido (Ezo) dan Shikoku dan Kyushu. Suatu suku dari suku Kyushu yang terletak pada belahan selatan, dan suku itu membentuk imperium, menyebrang ke utara menuju lembah Yamato (Nara) di pulau Honsyu. Ia memperoleh kemenangan dalam persaingan kekuasaan dengan suku Izumo yang punya pertalian daerah dengan suku Korea.
Bentuk susunan sosial di Jepang dewasa itu terdiri atas himpunan berbagai suku (uji), yang satu persatu suku itu dibawah pimpinan seorang kepala suku (uji-no-kami). Anggota sesuatu suku itu menyatakan turunan satu moyang, yang biasanya dewa-suku (ujigami). Kepala suku bertindak sebagai datu dalam upacara pemujaan terhadap dewa suku (ujigami), dan kekuasaannya bersifat kepadrian.
Suku y ang memegang tampuk kekuasaan di dalam imperium membikin dewa-suku menjadi dewa-nasional. Jepang itu sepanjang sejarah sering berbenturan dengan Korea dan Tiongkok dan perbenturan itu meninggalkan jejak-jejak pengaruh di Jepang.
Latar belakang historis timbulnya Shintoisme adalah sama-sama dengan latar belakang historis tentang asal-usul timbulnya negara dan bangsa Jepang. Karena yang menyebabkan timbulnya faham ini adalah budidaya manusia dalam bentuk cerita-cerita pahlawan (mitologi) yang dilandasi kepercayaan animisme, maka faham ini dapat digolongkan dalam klasifikasi agama alamiah.
Shinto mempunya sejarah yang cukup panjang dan tua yaitu dimulai dari masa Jomon Period (11.500-300 BC) ada indikasi masyarakat jaman itu sudah menjalankan ritual Samanisme yang mirip dengan ritual Shinto sekarang. Kemudian pada masa Kofun Period (250-552 CE) mulai ditemukan catatan yang lebih lengkap tentang kepercayaan ini. Kuil kuno Ise dan kuil Izumo Taisha yang terletak di barat daya dan di timur laut kepulauan Jepang adalah beberapa di antara kuil yang dibangun pada masa ini dan masih berdiri hingga kini.
Bahkan yang mungkin paling unik adalah tempat suci agama Shinto pada awalnya kebanyakan tidak memiliki bangunan apapun jadi hanya berupa tanah kosong, hutan, sungai ataupun gunung
ZAMAN PRASEJARAH JEPANG
Zaman Paleolitik
Zaman Paleolitik Jepang berlangsung dari sekitar 100.000 hingga 30.000 SM, dimulai dari penggunaan perkakas batu dan berakhir sekitar 12.000 SM pada akhir zaman es terakhir yang sekaligus awal dari periode Mesolitik zaman Jōmon. Bukti-bukti penggalian arkeologi menunjukkan kepulauan Jepang sudah dihuni orang sejak 35.000 SM. Kepulauan Jepang terpisah dari daratan Asia setelah zaman es terakhir sekitar 11.000 SM. Setelah terungkapnya pengelabuan zaman Paleolitik Jepang oleh peneliti amatir Shinichi Fujimura, bukti asal zaman Paleolitik Bawah dan zaman Paleolitik Tengah yang diklaim oleh Fujimura dan rekan-rekan telah diteliti ulang dan ditolak.
 Zaman Jōmon
Zaman Jōmon berlangsung dari sekitar 14.000 SM hingga 300 SM. Tanda-tanda pertama peradaban dan pola hidup stabil manusia muncul sekitar 14.000 SM dengan adanya kebudayaan Jōmon yang bercirikan bercirikan gaya hidup pemburu-pengumpul semi-sedenter Mesolitik hingga Neolitik. Mereka tinggal di rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang digali dan di atasnya didirikan rumah beratap dari kayu. Orang zaman Jōmon sudah mengenal bentuk awal dari pertanian, namun belum mengenal cara menenun kain dan pakaian dibuat dari bulu binatang. Orang zaman Jōmon mulai membuat bejana tanah liat yang dihias dengan pola-pola yang dicetakkan ke atas permukaan bejana sewaktu masih basah dengan menggunakan tongkat kayu atau tali atau simpul tali. Walaupun hasil penelitian menimbulkan keragu-raguan, menurut tes penanggalan radiokarbon, beberapa contoh tembikar tertua di dunia berasal dari Jepang, disertai pisau belati, giok, sisir dari kulit kerang, dan barang-barang keperluan rumah tangga lainnya berasal dari abad ke-11 SM. Boneka tanah liat yang disebut dogū juga ditemukan dari situs ekskavasi. Barang-barang rumah tangga menunjukkan kemungkinan ada rute perdagangan yang jauhnya sampai ke Okinawa. Analisis DNA menunjukkan bahwa penduduk asli Hokkaido dan bagian utara Pulau Honshu yang disebut suku Ainu adalah keturunan orang zaman Jōmon dan merupakan keturunan dari manusia pertama penghuni Jepang
Zaman Edo (1603-1868)
Pada zaman Edo adalah pemerintahan otonomi daerah berada di tangan lebih dari dua ratus pejabat daimyo. Sebagai klan terkuat, pemimpin klan Tokugawa dari generasi ke generasi menjabat sebagai shogun (sei-i taishōgun). Keshogunan Tokugawa yang bermarkas di Edo (sekarang Tokyo) memimpin para daimyo di masing-masing daerah otonom yang disebut domain (han).
Kelas samurai ditempatkan oleh keshogunan di atas kelas rakyat biasa, petani, perajin, dan pedagang. Keshogunan mengeluarkan undang-undang yang mengatur segala aspek kehidupan, dimulai dari potongan rambut dan busana untuk masing-masing kelas dalam masyarakat. Shogun mewajibkan para daimyo secara bergantian untuk bertugas di Edo. Mereka disediakan rumah kediaman mewah di Edo agar tidak memberontak. Kekuatan militer daimyo daerah ditekan, dan diharuskan meminta izin dari pusat sebelum dapat memperbaiki fasilitas militer. Keshogunan Tokugawa runtuh setelah Perang Boshin 1868-1869.
Zaman Edo adalah zaman keemasan seni lukis ukiyo-e dan seni teater kabuki dan bunraku. Sejumlah komposisi terkenal untuk koto dan shakuhachi berasal dari zaman Edo.
AGAMA SHINTO
Shinto adalah agama kuno yang merupakan campuran dari animisme dan dinamisme yaitu suatu kepercayaan primitif yang percaya pada kekuatan benda, alam atau spirit. Kepercayaan tua semacam ini biasanya penuh dengan berbagai ritual dan perayaan yang biasanya berhubungan dengan musim, seperti musim panen, roh, spirit dll.
Layaknya suatu suatu kepercayaan yang berakar dari Animisme, Shinto sama sekali tidak memiliki ajaran khusus yang harus dipelajari. Shinto juga tidak memiliki kitab suci, simbol, kiblat dan juga nabi sebagai penemu atau penyebar agama pertama kali, jadi Shinto lahir dan berkembang secara alami di masyarakat.
Agama Shinto di Jepang itu tumbuh dan hidup dan berkembang dalam lingkungan penduduk, bukan datang dari luar. Nama asli bagi agama itu ialah Kami no Michi, yang bermakna : Jalan Dewa.
Pada saat Jepang berbenturan dengan kebudayaan Tiongkok maka nama asli itu terdesak ke belakang oleh nama baru, yaitu Shin-To. Nama itu perobahan bunyi dari Tien-Tao, yang bermakna : Jalan – Langit. Agama Shinto berpangkal pada mithos bahwa bumi Jepang itu ciptaan dewata yang pertama-tama dan bahwa Jimmu Tenno (660 sM), kaisar Jepang yang pertama itu adalah keturunan langsung dari Amaterasu Omi Kami, yakni Dewi Matahari, dalam perkawinannya dengan Toukik Iomi, yakni Dewa Bulan.
Sejarah perkembangan agama Shinto di Jepang dapat dibagi kepada beberapa tahapmasa sebagai berikut :
1.      Masa perkembangannya dengan pengaruh yang mutlak sepenuhnya di Jepang
2.      Masa agama Buddha dan Konghucu dan ajaran Tao masuk ke Jepang
3.      Masa siinkronisasi secara berangsur antara agma Shinto dengan tiga Ajaran lainnya.
Kuil Shinto sama sekali tidak berfungsi sebagai tempat pemujaan untuk leluhur kecuali beberapa kuil tertentu yang termasuk kelompok Imperial Shinto seperti Yasukuni adalah perkecualiannya. Contoh paling jelas dari hal ini adalah tidak adanya ritual dan upacara kematian pada tradisi Shinto karena hampir sebagian besar ritual pemakaman di negara tersebut dilakukan dengan memakai tata cara agama Buddha[2].
KONSEP TUHAN MENURUT SHINTO
Kamisama
Konsep Tuhan dalam kepercayaan Shinto adalah sangat sederhana yaitu : " Semua benda di dunia, baik yang bernyawa ataupun tidak, pada hakikatnya memiliki roh, spirit atau kekuatan jadi wajib dihormati"
Sejak awal sebenarnya secara natural manusia sudah menyadari bahwa mereka bukanlah mahluk kuat dan di luar mereka ada kekuatan lain yang lebih superior yang langsung ataupun tidak langsung berpengaruh terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Pengakuan, kekaguman, ketakutan dan juga kerinduan pada Spirit atau "Kekuatan Besar" yang disebut dengan nama Kami atau Kami Sama itu diwujudkan dalam bentuk tarian, upacara dan festival budaya.
Jadi Kamisama adalah tuhan, dewa, atau kekuatan tertinggi bagi agama atau masyarakat Jepang. Tuhan tersebut hidup di segala tempat dan diberi nama sesuai dengan tempat atau benda yang ditempati. Tuhan yang berdiam di gunung diberi nama Kami no Yama, kemudian ada Kami no Kawa (Tuhan sungai), Kami no Hana (Tuhan bunga).
KITAB SUCI AGAMA SHINTO
Dalam agama Shinto ada dua kitab suci yang tertua, tetapi di susun sepuluh abad sepeninggal jimmi temmo (660 SM), kaisar jepang yang pertama. Dan dua buah lagi di susun pada masa yang lebih belakangan, keempat empat kitab tiu adalah sebagi berikut :
a.       kojiki, yang bermakna : catatan peristiwa purbakala. Disusun pada tahun 712 masehi, sesudah kekaisaran jepang berkedudukan di nara, yang ibukota nara itu di bangun pada tahun 710 masehi menuruti model ibukota changan di tiongkok.
b.      Nihonji, yang bermakna : riwayat jepang. Di susun pada tahun 720 masehi oleh penulis yang sama degan di Bantu oelh seorang pangeran di istana.
c.       Yeghisiki yang bermakan : berbagai lembaga pada masa yengi, kitab ini disusun pada abad kesepuluh masehi terdiri atas 50 bab. Sepuluh bab yang pertama berisikan ulasan kisah kisah yang bersifat kultus, disusuli dengan peristiwa selanjutnya sampai abad kesepuluh masehi, tetapi inti isinya adalah 25 norito yakni do’a do’a pujaan yang sangat panjang pada berbagai upacara keagamaan.
d.      Manyosiu yang bermakan : himpunan sepuluh ribu daun, berisikan bunga rampai, yang terdiri atas 4496 buah sajak, disusun antara abad kelima dengan abad kedelapan masehi.
Kitab pertama itu menguraikan tentang alam kayangan tempat kehidupan para dewa dan dewi sampai kepada amaterasu omi kami (dewi matahari ) dan tsukiyomi (dwa bulan ) diangkat menguasai langit dan puteranya jimmu tenno diangkat menguasai “tanah yang subur ”(jepang ) di bumi, lalu di susuli silsilah keturunan akisar jepang itu beserta riwayat hidup satu persatunya selanjutnya upacara upacara keagamaan yang dilakukan dalam masa yang panjang itu berkenaan dengan pemujaan terhadap kaisar beserta para dewa dan dewi.
KONSEP APENCIPTAAN ALAM DAN MANUSIA
Dalam pandangan masyarakat Jepang kuno misalnya, Bumi ini dimulai dari sebuah Pulau yang menyendiri. Lalu Dewa langit menciptakan dua makhluk bersaudara. Sang kakaknya bernama Izanagi, sementara si adik perempuan dikenal dengan nama Izanami.
Mereka berdiri di jembatan, mengambang di atas lautan primitif dulu. Mereka menggunakan tombak panjang mutiara dewa mengaduk di lautan hingga terbentuklah pulau pertama bernama Onogoro. Di atas pulau inilah mereka berdua kemudian hidup sebagai suami-istri.
Dewa marah kepada mereka karena telah mengingkari janji, sepasang suami istri ini telah menggunakan tongkat panjang mutiara lagi untuk membentuk pulau Jepang dan dewa-dewa lain dalam lautan.
Namun konon, ketika dewa api Kagutsuchi-no Kami dilahirkan, Izanami yang merupakan sosok ibu meninggal. Izanagi merasa sangat sedih kemudian dia mengikuti roh Izanami datang ke Neraka yang dikendalikan Yomi, Izanami makan makanan Yomi yang berimplikasi tidak izinkan reinkarnasi kembali.
Ketika Izanagi tiba-tiba melihat jasad Izanami yang membusuk dia ketakutan dan melarikan diri. Konon roh Izanami sangat marah dan terus mengejar Izanagi. Akhirnya, konon Izanagi berhasil melarikan diri dan keluar dari lubang Neraka. Dia kemudian mengikat diri dengan sebuah batu besar, selamanya berpisah dengan kematian, dia tidak ingin ke Neraka lagi. Dari kisah dua makhluk awal inilah, termasuk terbentuk pulau Jepang, kemudian manusia terus berkembang menjadi banyak seperti saat ini.
Meski berbeda, legenda asal manusia dalam masyarakat Jepang kuno ini dalam beberapa hal mirip dengan kisah Adam dan Hawa yang juga diyakini sebagai manusia pertama, yang sempat terusir dari Surga dan dikirim ke dunia ini. Dari keduanya kemudian manusia terus berkembang biak hingga sekarang. Jadi, dalam beragam, kisah kejadian manusia, sedikit banyak memiliki kemiripan atau paling tidak benang merah, yang sangat mungkin juga ada kaitan meski sudah mengalami sekian banyak distorsi atau penyimpangan dari proses yang turum temurun dengan beragam peristiwa besar yang memisahkan manusia dalam beragam kultur dan letak geografisnya.
KONSEP SORGA, NERAKA DAN ALAM AKHIRAT
Konsep sorga dan neraka ataupun ajaran tentang kehidupan alam akhirat sepertinya adalah hal yang umum ditemukan pada ajaran agama ataupun kepercayaan primitif sekalipun. Shinto sepertinya memiliki tradisi yang sedikit menyimpang. Konsep tentang sorga dan neraka hampir tidak disentuh sama sekali dalam kepercayaan Shinto. Hal ini bisa dilihat dari hampir tidak ditemukannya ada ritual upacara kematian pada tradisi Shinto. Seperti yang telah saya sebutkan di atas, ritual dan tata cara pemakaman di Jepang sepenuhnya dilakukan dengan tata cara agama Buddha dan sisanya menggunakan ritual Kristen. Kuburan dan tempat makam juga umumnya berada di bawah organisai kedua agama tersebut.
Sepertinya ritual Shinto lebih difokuskan pada kehidupan duniawi atau kehidupan sekarang terutama yang berhubungan dengan alam khususnya keselaran antara manusia dengan alam sekitarnya.

KONSEP DOA DAN SEMBAHYANG
Tidak mengenal konsep ibadah
Shinto kurang begitu akrab dengan aktivitas ibadah dalam arti menyembah dengan tujuan memuji dan mengagungkan kebesaran Kamisama atau Tuhan. Mereka cendrung lebih dekat dengan konsep "doa" yaitu menyembah dengan tujuan "meminta sesuatu" kepada Tuhan seperti agar lulus ujian, diterima bekerja di perusahaan tertentu, dikaruniai kesehatan, umur panjang dan berbagai permintaan yang bersifat duniawi. Dengan konsep ini tentu saja ibadah bukanlah sesuatu yang wajib dan menjadi keharusan.
KELOMPOK SHINTO
Secara umum Shinto bisa dikelompokkan menjadi 4 bagian atau kelompok yang masing masing mempunyai keunikannya tersendiri. Catatan : pengelompokan ini bukanlah semacam sekte atau aliran namun hanya sekedar penjelasan textstual yang umum ditemukan dalam literatur ilmiah saja sedangkan dalam kondisi nyata masyarakat sehari hari istilah semacam ini sama sekali tidak digunakan. Jadi sub ini hanya sebagai penjelasan tambahan saja. Selengkapnya adalah sebagai berikut :
  1. Imperial Shinto (Kyūchū Shinto atau Koshitsu Shinto)
            Shinto kelompok ini sangat eksklusif dan tidak umum ditemukan. Memiliki beberapa kuil saja yang kalau tidak salah 5 buah di seluruh negeri. Nama kuil ini biasanya berakhir dengan nama Jingu, misalnya Heinan Jingu, Meiji Jingu, Ise Jingu dll. Umumnya kuil ini berfungsi sebagai tempat untuk menghormati leluhur khususnya keluarga kerajaan serta tempat untuk menghormati Dewa Matahari. Jadi sepertinya sebutan agama Shinto sebagai penyembah Matahari berakar dari kelompok. 
  1. Folk Shinto (Minzoku Shinto)
Jadi Folk Shinto adalah kepercayaan Shinto yang meliputi cerita tua, legenda, hikayat dan cerita sejarah seperti mityologi tentang Kojiki, terbentuknya negara Jepang dll. Jadi kelompok Shinto ini sangat unik yang bisa dilihat pada kuil yang mereka buat. Jadi jangan kaget kalau Anda menemukan kuil yang penuh dengan ornament dan pernak pernik kucing atau binatang dan benda lainya karena sejarah pendiriannya yang memang berkaitan dengan binatang tersebut. Contoh lain adalah kuil Kibitsu Jinja yang terletak di daerah Okayama, Jepang tengah yang khusus dibangun untuk menghormati tokoh utama dalam cerita rakyat yaitu Momo Taro.
  1. Sect Shinto (Kyoha atau Shuha Shinto)
            Shinto kelompok ini mulai muncul pada abad ke 19 dan sampai saat ini memiliki kurang lebih 13 sekte. Dua diantara sekte ini yang cukup banyak pengikutnya adalah Tenrikyo atau Kenkokyo
  1. Ko Shinto
            Kelompok ini sangat tidak umum ditemukan jadi saya sangat kesulitan untuk menemukan contohnya sehingga penjelasannya saya salin secara mentah dari sumber aslinya yang mengatakan aktivitas kelompok Shinto ini fokus utamanya adalah penyembuhan (healing) dan meditasi. 
  1. Shrine Shinto (Jinja Shinto)
Hampir semua kuil (SHinto) yang ada saat ini hampir sebagian besar dimasukkan ke kelompok terakhir ini.
KUIL SHINTO
Terbuka untuk semua orang
Kuil Shinto menganut konsep kebebasan yaitu bebas dari simbul dan doktrin agama. Siapapun bisa bebas untuk berkunjung tanpa ada kewajiban untuk harus berdoa. Hampir semua bagian dalam areal kuil bisa dimasuki ataupun difoto tanpa ada larangan ataupun pertanyaan apapun apalagi pertanyaan yang menjurus pada hal agama. Diperkirakan saat ini ada sekitar 80 ribuan kuil yang ada di seluruh negeri dan semuanya tergabung dalam satu organisasi besar yaitu Association of Shinto Shrines. [3]

Sederhana dan menyatu dengan alam
Berbeda dengan kuil Buddha, atau Tera yang cendrung megah besar dengan ornament dan koleksi barang berharga dan barang seni melimpah, Kuil Shinto atau Jinja cendrung adalah kebalikannya. Bangunannya cendrung sangat sederhana dan menyatu dengan alam. Dalam altar utama hampir kosong melompong, tidak ada arca, patung atau benda tidak ada benda apapun yang harus disembah sebagai perwujudan Tuhan. Dalam literatur sering disebutkan bahwa di dalam altar terdapat tiga benda utama yaitu cermin, pedang dan permata sebagai simbul dari refleksi diri, kekuatan dan cahaya. Namun ketiga benda itu hampir tidak akan terlihat karena tidak dipajang dengan posisi biasa. Kebanyakan masyarakat umum sepertinya tidak pernah terlalu peduli dengan hal ini. Yang paling mudah terlihat hanyalah guntingan hiasan kertas putir dan sebuah kotak besar tempat menampung uang logam yang dilemparkan peziarah sebelum berdoa yang terletak tepat di depan altar utama.
Tata cara berdoa menurut Shinto
Mengenai tata cara sembahyang atau doa dalam kuil Shinto sangat sederhana yaitu melemparakan sekeping uang logam sebagai sumbangan di depan altar, mencakupkan kedua tangan di dada dan selesai. Jadi semua proses berdoa yang dilakukan dengan berdiri ini tidak lebih dari sepuluh detik. Doa dilakukan tidak mengenal hari atau jam khusus jadi bebas dilakukan kapan saja. Sedikit catatan, bisa saya sebutkan bahwa tata cara doa di kuil Shinto dengan kuil Buddha sangatlah mirip. Yang sedikit berbeda adalah di kuil Buddha tangan dicakupkan ke depan dada dengan pelan, hening dan tanpa suara, sedangkan kuil Shinto adalah sebaliknya yaitu mencakupkan tangan dengan keras sehingga menghasilkan suara sebanyak dua kali (mirip tepuk tangan).
Walaupun aturan tata cara berdoa ini bisa disebut baku namun sama sekali tidaklah bersifat mengikat. Berdoa tepat di depan altara utama, dari halaman kuil, dari luar pintu gerbang, dilakukan tidak dengan mencakupkan tangan namun membungkukan badan atau bahkan tidak berdoa sama sekali bukanlah masalah sama sekali.
Puasa dalam Shinto
Menurut catatan kuno, agama Shinto di Jepang dikatakan orang sebagai agama yang para penganutnya dikenal sebagai orang-orang yang berpantang. Siapa saja tidak boleh menyisir rambut, mencuci, makan daging, maupun mendekati wanita-wanita. Kedudukan badan hukum alim-ulama yang turun-temurun dan disebut dengan Imbe, berfungsi untuk menyiapkan sela-matan-selamatan bagi para dewa, karena telah melakukan pantang dari segala pengotoran atau segala hal-hal yang tidak suci.
PENDETA
Ketika kita memasuki kuil Shinto, umumnya kita akan disambut oleh seorang atau sekolempok gadis muda berpakaian lebar berwarna putih bersih dan rok lebar berwarna merah menyala menutup sampai mata kaki. Rambut lurus sisir rapi dan diikat lurus kebelakang. Mereka adalah orang yang mengabdikan diri untuk kuil dan dinamai dengan sebutan Miko. Tugas utama mereka adalah memimpin ritual tertentu, menari dan juga sekaligus juga sebagai sebagai penjual tiket masuk, penjual Omamori (jimat keberuntungan) serta menyapu atau menjaga kebersihan kuil. (Note : bersih bersih dianggap juga sebagai bagian dari ritual).
Status untuk menjadi seorang Miko cukup unik karena dituntut harus masih gadis. Jadi adalah hal umum kalau profesi ini cendrung hanya dijalankan selama beberapa tahun saja dan harus mengundurkan diri setelah berkeluarga. Satu catatan kecil yang perlu saya tulis adalah status mereka sebagai pelayan kuil atau milik Kamisama, jadi mencoba menyentuh atau mengajak kenalan adalah sangat tidak umum dilakukan.
Kemudian untuk pendeta pria dikenal dengan nama Kannushi mempunyai tugas yang kurang lebih sama dengan pendeta wanita. Karena Shinto tidak mengenal ajaran maka tugas sebagai penceramah agama, khotbah dan sejenisnya tentu saja tidak ada.
FESTIVAL DAN PERAYAAN
Festival dan perayaan atau yang dikenal dengan nama Matsuri dalam bahasa Jepang adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan ritual Shinto. Bagi masyarakat umum, matsuri dianggap tidak lebih dari perayaan budaya tahunan belaka. Masing masing kuil mempunyai matsurinya sendiri sendiri dan tiap kuil ataupun daerah yang satu dengan daerah yang lain mempunyai keunikannya perayaannya sendiri sendiri. Perayaan matsuri yang bersifat nasional seperti halnya hari raya agama yang kita kenal sama sekali tidak dijumpai di Jepang.
Kebanyakan festival dilaksanakan pada musim panas sekitar bulan July dan Agustus dan jatuh pada hari minggu sesuai dengan kalender masehi. Bulan ini juga merupakan bulan liburan anak sekolah, jadi festival dipastikan akan dipenuhi oleh para remaja dan anak anak. Beberapa kuil tertentu khusunya untuk daerah Kyoto umumnya masih menyelenggarakan matsurinya menurut kalender aslinya jadi dipestikan perayaan akan berlangung pada hari kerja. Hal yan aneh tentu saja menurut tradisi Jepang modern.
Beberapa festival tertentu yang bisa disebut sangat megah yang melibatkan peserta dalam jumlah besar dan tentu saja tidak ketinggalan jumlah penonton yang bisa mencapai jutaan orang. Empat dari sepuluh perayaan besar yang bisa saya catat adalah Gion matsuri Kyoto, Tenjin matsuri Osaka, Kishiwada matsuri Osaka, Kanda matsuri Tokyo dan Takayama matsuri Takayama.[4]
MITOLOGI JEPANG
Folklor yang sekarang disebut mitologi Jepang, hampir seluruhnya berdasarkan cerita yang terdapat dalam Kojiki, Nihonshoki, dan Fudoki dari berbagai provinsi di Jepang. Dalam kata lain, mitologi Jepang sebagian besar berkisar pada berbagai kami penghuni Takamanohara (Takaamahara, atau Takamagahara), dan hanya sedikit sumber literatur tertulis yang dapat dijadikan rujukan.
Di zaman kuno, setiap daerah di Jepang diperkirakan memiliki sejenis kepercayaan dalam berbagai bentuk dan folklor. Bersamaan dengan meluasnya kekuasaan Kekaisaran Yamato, berbagai macam kepercayaan diadaptasi menjadi Kunitsugami atau "dewa yang dipuja" yang bentuknya menjadi hampir seragam, dan semuanya dikumpulkan ke dalam "mitologi Takamanohara". Sementara itu, wilayah dan penduduk yang sampai di abad berikutnya tidak dikuasai Kekaisaran Yamato atau pemerintah pusat Jepang yang lain, seperti Suku Ainu dan orang Kepulauan Ryūkyū masing-masing juga memiliki mitologi sendiri.
Penciptaan dunia
Dunia berawal di Takamanohara, di sana lahir berbagai kami seperti Kotoamatsukami dan Kaminoyonanayo. Kami yang lahir paling akhir adalah dua bersaudara Izanagi (Izanaki) dan Izanami
Izanagi dan Izanami
Izanagi dan Izanami turun di Ashihara no Nakatsu Kuni, menikah, dan berturut-turut melahirkan pulau-pulau yang membentuk kepulauan Jepang yang disebut Yashima. Setelah melahirkan berbagai kami, Izanami tewas akibat luka bakar saat melahirkan Kagutsuchi (dewa api). Setelah membunuh Kagutsuchi, Izanagi pergi ke negeri Yomi untuk mencari dan menyelamatkan Izanami. Setelah berada di negeri Yomi, wujud Izanami berubah menjadi menakutkan. Izanagi yang melihat sosok Izanami menjadi lari ketakutan.
Izanagi menjalani misogi (mandi) karena tidak suka dengan kekotoran (kegare) yang terbawa dari Yomi. Ketika melakukan misogi, Izanagi melahirkan pula sejumlah kami, saat mencuci mata kiri terlahir Amaterasu (dewa matahari, penguasa Takamanohara), saat mencuci mata kanan terlahir Tsukuyomi (dewa bulan, penguasa malam), dan saat mencuci hidung lahir Susanoo (penguasa samudra). Ketiga kami ini disebut Mihashira no Uzu no Miko, dan menerima perintah dari Izanagi untuk menguasai dunia.
Amaterasu dan Susanoo
Susanoo ingin pergi ke tempat Izanami di Ne no Kuni dan berteriak-teriak menangis hingga membuat kerusakan luar biasa di langit dan bumi. Susanoo akhirnya pergi naik ke Takamanohara yang diperintah Amaterasu. Kedatangan Susanoo salah dimengerti, Amaterasu menyangka Susanoo datang untuk merebut Takamanohara. Susanoo disambut Amaterasu dengan busur dan anak panah. Agar kecurigaan Amaterasu terhapus, dari setiap benda yang menempel di badan Susanoo lahir kami yang jenis kelaminnya membuktikan kemurnian tubuh Susanoo. Amaterasu percaya dan mengizinkan Susanoo berada di Takamanohara. Di sana Susanoo membuat keonaran lagi sampai Amaterasu bersembunyi di dalam gua Ama no Iwato. Amaterasu adalah dewa matahari, sehingga matahari tidak terbit selama Amaterasu bersembunyi. Para kami di Takamanohara menjadi susah hati. Amaterasu akhirnya keluar dari dalam gua setelah dikelabui. Susanoo yang sering membuat susah akhirnya diusir ke dunia bawah.
Legenda Izumo
Susanno turun ke negeri Izumo. Setelah berhasil membunuh monster Yamata no Orochi yang suka merusak, Susanoo menikah dengan putri Kunitsukami. Cucu keturunan Susanoo bernama Ookuninushi menikah dengan putri Susanoo dan membangun negeri Sukunahikona dan Ashihara no Nakatsukuni. Menurut penjelasan nama tempat yang ada di buku Fudoki negeri Izumo, lokasi pembasmian Yamata no Orochi ada di distrik Ou (sekarang kota Yasugi, Prefektur Shimane), tapi bukan Susanoo yang menjadi pahlawan, melainkan Oonamuchi (Ookuninushi).
Penaklukan Ashihara no Nakatsu
Sementara itu, Amaterasu dan para kami (Amatsukami) di Takamanohara menyatakan negeri Ashihara no Nakatsu no Kuni (Izumo) harus diperintah Amatsukami atau cucu keturunan Amaterasu. Sejumlah kami dikirim ke Izumo untuk mewujudkan keinginan ini. Setelah dua anak Ookuninushi, Kotoshironushi dan Takeminakata menitis ke Amatsukami, Ookuninushi berjanji untuk memberikan negeri Izumo dengan syarat dibangunkan sebuah istana. Istana ini nantinya disebut Izumo Taisha.
Ninigi yang merupakan cucu Amaterasu menerima Ashihara no Nakatsu. Ninigi turun ke negeri Hyūga dan kemudian menikahi Putri Konohanasakuya.
Kisah Hoori dan Hoderi
Ninigi memiliki dua putera, Hoori dan Hoderi. Mata pancing milik Hoderi dihilangkan Hoori sehingga kedua bersaudara ini bertengkar. Hoori lalu pergi ke istana Kaijin (dewa laut) dan menemukan mata pancing Hoderi di sana. Sewaktu berada di sana, Hoori menikah dengan putri dewa laut. Dari pernikahan ini lahir anak laki-laki bernama Ugaya Fukiaezu. Putra keturunan Ugaya Fukiaezu yang bernama Kamuyamato Iwarehito nantinya menjadi Kaisar Jimmu.
Kaisar Jimmu
Kamuyamato Iwarehito dan kakak-kakaknya berkeinginan menguasai Yamato. Penduduk yang sejak dulu berdiam wilayah Yamato melawan dengan sekuat tenaga, dan pertempuran sengit terjadi. Kesaktian Kamuyamato Iwarehiko yang masih keturunan dewa bukan tandingan bagi penduduk Yamato. Pada akhirnya, Kamuyamato Iwarehiko naik tahta sebagai kaisar di kaki gunung Unebikashihara no Miya. Kamuyamato Iwarehiko nantinya dikenal sebagai kaisar pertama Jepang Kaisar Jimmu.
Setelah Kaisar Jimmu wafat, pemberontakan dilancarkan putra Kaisar Jimmu yang bernama Tagishimimi. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan Kamununakawamimi yang kemudian naik tahta sebagai Kaisar Suizei.
Kesshi Hachi-dai
Delapan kaisar, termasuk kaisar kedua Kaisar Suizei hingga kaisar ke-9 Kaisar Kaika disebut sebagai Kesshi Hachi-dai. Kedelapan nama kaisar tertulis dalam Kojiki dan Nihon-shoki, tapi tidak dijelaskan peran dan jasa-jasanya.
SHINTO DEWASA INI
Di saat kebanyakan masyarakat modern dan "beradab" mulai meninggalkan kepercayaan kuno semacam Animisme (baca: Shinto), masyarakat Jepang justru tetap setia mempertahankan dan melestarikannya. Ditengah gencarnya serbuan agama baru yang salah satunya menawarkan monotheisme sebagai salah satu isu utamanya sepertinya kurang begitu menarik minat kebanyakan orang Jepang.
Alasan – alasan :
Menerima ajaran baru tanpa harus membuang kepercayaan lama
Konsep monotheisma salah satu contohnya sepertinya dewasa ini sudah diterima secara luas oleh kebanyakan orang Jepang. Namun cara pererimaan konsep baru ini tergolong unik, yaitu bukan dengan cara membuang kepercayaan lama namun cukup hanya "memperbaiki dan merevisi" konsep polyteisme saja. Mereka sudah mengenal konsep Kami yang artinya Tuhan.
Karena ajaran Shinto yang tidak "mengenal ajaran", buku kitab suci dan juga nabi atau pemimpin agama, membuat mereka mudah beradaptasi mengikuti perkembangan terbaru, termasuk dengan "seenaknya" mengganti polyteisme menjadi konsep monotheisme. Sebutan Tuhan Pohon, Tuhan Bunga ataupun Tuhan Batu sekarang ini hanya tinggal sejarah saja yang sudah lama ditinggalkan. Jadi pada masa sekarang ini beberapa misi penyebaran agama baru yang masih mengandalkan monotheisme sebaga isu utama sepertinya hampir tidak berguna sama sekali

Shinto dianggap menjunjung tinggi kebebasan
Kebebasan yang dimaksud disini adalah dalam arti luas khususnya dalam hal agama dan kepercayaan. Seperti yang sudah ditulis sebelumnya bahwa tidak ada keharusan bagi seorang pemeluk Shinto untuk mendatangi kuil dan juga tidak ada keharusan untuk berdoa atau sembahyang di dalamnya dan dilain pihak mereka juga bisa bebas memasuki atau bahkan berdoa di tempat agama lain tanpa hambatan karena Shinto sendiri tidak memiliki ajaran untuk mengharuskan ataupun melarang hal itu. Hal ini sering dianggap sebagai salah satu kelebihan yang tidak dimiliki oleh ajaran agama baru.
Orang Jepang sama sekali tidak membutuhkan agama dan sepertinya Shinto sangat sesuai dengan keinginan mereka karena dari awal Shinto itu sendiri bukanlah agama dan kuil itu sendiri sering dianggap sebagai simbul kebebasan yaitu bebas dari simbul, doktrin dan dogma agama.
Menjunjung tinggi toleransi
Ketaatan yang tinggi terhadap suatu agama atau kepercayaan bisa melahirkan kefanatikan. Kefanatikan dalam satu sisi bisa bermakna positif namun bisa juga sebaliknya. Karena agama di Jepang dianggap tidak lebih dari kebiasan, tradisi atau budaya semata maka sifat fanatik yang berlebihan terhadap agama tertentu khususnya Shinto nyaris tidak ada. Agama apapun bisa berkembang dengan bebas dan damai di negara tersebut tidak terkecuali.
Pluralisme agama sepertinya nyaris diterima tanpa ada hambatan berarti. Banguan kuil Buddha dan Shinto yang berdekatan lokasi satu sama lain mungkin bisa dijadikan sebagai salah satu contoh kecil. Contoh mudah adalah komplek kuil Nikko di Jepang utara serta Kuil Kiyumizu dera di Kyoto, Jepang bagian tengah. Di tempat ini kita bisa menemukan kedua kuil ini berdiri dalam areal yang sama. Kompek kuil tersebut sangat terkenal karena termasuk warisan dunia (World Heritage Site). Namun tentu saja bukan karena faktor toleransi agama, tempat ini dijadiakan warisan dunia namun karena keindahannya. Keindahan ditambah toleransi, sepertinya merupakan paduan yang lengkap. Contoh lain sepertinya terlalu panjang untuk disebutkan disini.


Kepercayaan lama dirasa lebih memahami permasalahan mereka sehari hari
Selain "kebebasannya", agama ini juga diterima secara luas karena dirasa lebih dekat atau lebih "memahami" permasalahan mereka sehari hari. Misalnya berbagai festival atau upacara budaya yang ada seperti festival tanam padi, pergantian musim, meresmikan rumah baru atau bahkan ritual peluncuran produk baru untuk kasus yang lebih modern. Bahkan saat pertandingan piala dunia, sejumlah anak datang ke kuil dan meminta pendeta untuk mendoakan atau memberkati tim nasional mereka. Hal ini umum terjadi dalam tradisi Shinto.
KESIMPULAN
Shinto adalah fenomena menarik. Tidak memiliki ajaran dan dogma apapun sehingga sehingga sama sekali tidak memenuhi syarat untuk disebut agama. Sebagian orang menyebutnya tidak lebih dari kebiasaan atau budaya semata. Namun disisi lain Shinto memiliki kuil atau tempat suci yang merupakan salah satu ciri khas dari pada agama. Hal ini jelas membingungkan bagi sebagian orang khususnya orang asing dan sebagai akibatnya, ditengah kebingungan tersebut maka dibuatlah penjelasan mudah yang mengatakan bahwa Shinto adalah agama yang menyembah matahari dan Shinto merupakan agama yang dipeluk oleh sebagian besar orang Jepang.
Bagi orang Jepang sendiri Shinto jelas bukanlah agama jadi wajar kalau kita tidak akan pernah mendengar ada orang Jepang yang mengaku beragama Shinto. Bahkan dalam kehidupan sehari hari dimasyarakat, kata Shinto nyaris tidak pernah dipergunakan. Mereka hanya mengenal kata JINJA yang artinya kuil (shrine) sebagai tempat untuk berdoa. Kuil agama apa ? Agama apa saja yang anda percayai. Berdoa kepada siapa ? Juga tidaklah terlalu penting bagi mereka. Berdoa tidak memerlukan agama dan juga bisa ditujukan kepada siapa saja yang anda percayai, kepada Tuhan, Dewa, Matahari, Bunga, Keluarga, Orang Lain ataupun Diri Sendiri.
Jadi JINJA dianggap sebagai simbul kebebasan, yaitu bebas dari symbol agama, doktrin dan ajaran apapun (free religion). Kebebasan yang mungkin tidak akan didapatkan pada agama lain dan hal inilah mungkin yang menyebabkan agama baru, selain (agama) Buddha, relatif sulit berkembang di negara tersebut.

NINJA
Ninja dalam sejarah Jepang itu seperti sebuah bayangan Shinobi atau Ninja (dalam bahasa Jepang:忍者, harafiah, "Seseorang yang bergerak secara rahasia") adalah seorang pembunuh yang terlatih dalam seni ninjutsu (secara kasarnya seni pergerakan sunyi) Jepang. Ninja, seperti samurai, mematuhi peraturan khas mereka sendiri, yang disebut ninpo. Menurut sebagian pengamat ninjutsu, keahlian seorang ninja bukanlah pembunuhan tetapi penyusupan. Jadi, keahlian khusus seorang ninja adalah menyusup dengan atau tanpa suara. Saat ini, ninja seperti legenda,seperti figure yang dipuja, muncul di game-game dan kartun anak-anak, juga sebagai genre dari film action seni bela diri.
ninja[1]
Ninja biasanya segera dikaitkan dengan sosok yang terampil beladiri, ahli menyusup dan serba misterius seperti yang tampak di dalam film atau manga. Dalam kenyataannya penampilan ninja yang serba hitam ada benarnya, namun jika ada anggapan bahwa ninja identik dengan pembunuh brutal, berdarah dingin, pembuat onar, tukang sabotase, tidak demikian adanya. Kata ninja terbentuk dari dua kata yaitu nin dan sha yang masing-masing artinya adalah tersembunyi dan orang. Jadi ninja adalah mata-mata profesional pada zaman feudal jepang.
DAFTAR REFERENSI

Asal mula agama – agam besar di dunia




[1]Asal mula agama – agama besar di dunia, penerbit : cv. Penjedar – malang, hal.109 – 111
[2] Asal mula agama – agama besar di dunia, penerbit : cv. Penjedar – malang, hal.113
[3]  www. Wikipedia.org/wiki/shinto
[4] www. Wpedia.mobi/id/kuil shinto, hari rabu,jam : 22.30, tanggal.10